Membangun Budaya Literasi di Kalangan Generasi Muda

Budaya literasi merupakan fondasi utama dalam membangun generasi muda yang cerdas dan berpikir kritis. Budaya literasi sangat berperan penting dalam peningkatan suatu pendidikan karakter pada kalangan generasi muda. Tingkat literasi di negara Indonesia di antara masyarakat umum berada pada level terendah. Minat membaca orang Indonesia diklasifikasikan sebagai sangat mengkhawatirkan. Pada era digital ini, minat baca dan literasi pada generasi muda Indonesia semakin tersingkirkan akibat gempuran media sosial, seperti konten-konten hiburan di TikTok, instagram dan lainnya.

Berdasarkan survei dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), tingkat literasi atau minat baca pada masyarakat Indonesia pada tahun 2024 ini masih tergolong rendah, yaitu hanya 0,001%. UNESCO mengatakan bahwa negara Indonesia diklasifikasikan kedua dari bawah dalam hal literasi. Dilihat dari data penelitian yang dilakukan oleh UNDP dari rendahnya tingkat pendidikan Indonesia dengan presentase 14,6%. Data ini merupakan bukti bahwa budaya literasi belum tertanam kuat di negara Indonesia. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu penggunaan gadget yang berlebihan. Kondisi seperti ini menjadi tantangan besar dalam menciptakan budaya literasi yang baik, khususnya pada kalangan generasi muda, yang mana merupakan aset penting bagi masa depan bangsa Indonesia.

Penyebab Rendahnya Budaya Literasi      

Terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya budaya literasi di kalangan generasi muda saat ini. Pertama, Minimnya sarana dan prasarana dan kurangnya akses terhadap bahan bacaan yang berkualitas dan memadai. Di beberapa daerah terpencil, fasilitas seperti perpustakaan dan buku bacaan masih sangat minim. Generasi muda seperti anak-anak dan remaja tidak memiliki kemudahan untuk mendapatkan bahan bacaan yang menarik dan edukatif. Selain itu, mahalnya bahan bacaan atau buku juga menjadi suatu kendala bagi keluarga dengan tingkat ekonomi rendah.

Baca juga:  Irisan Pemikiran Karl Marx dengan Nilai-nilai Ekonomi Islam

Kedua, adanya pengaruh teknologi dan media digital, yang membuat generasi muda menjadi malas membaca buku dan lebih memilih bermain media sosial daripada bahan bacaan edukatif. Meskipun teknologi banyak memberikan manfaat seperti akses informasi yang mudah, namun hal ini dapat mengurangi kemampuan generasi muda dalam berpikir kritis. Generasi muda saat ini lebih memilih scrolling di media sosial atau menonton video hiburan dibandingkan dengan membaca e-book, artikel, atau buku. Hal ini dapat memperparah literasi, yaitu kemampuan kita untuk menganalisis, memahami, dan mengkritisi sebuah informasi yang diterima.

Ketiga, budaya membaca yang lemah dari lingkungan terdekat. Lemahnya dukungan membaca dari lingkungan sekitar, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Di lingkungan keluarga, kebiasaan seperti membaca tidak didorong. Terkadang orang tua tidak memberikan contoh membaca kepada anak-anaknya, sehingga, anak tersebut tidak tumbuh dan dibekali kebiasaan membaca sejak kecil. Di sekolah, pelajaran bahasa Indonesia sering kali hanya berfokus pada teori, tanpa mendorong siswa untuk membiasakan membaca secara aktif. Sementara itu, pada lingkungan Masyarakat, sarana atau ruang-ruang yang mendukung kegiatan literasi juga masih sangat terbatas, misalnya seperti, komunitas literasi dan taman baca.

Keempat, tingginya angka putus sekolah. Angka putus sekolah di Indonesia juga mempengaruhi rendahnya tingkat literasi. Banyak anak yang terpaksa putus sekolah akibat faktor ekonomi. Ketika anak-anak putus sekolah dan keluar dari sistem pendidikan formal, mereka kehilangan akses terhadap suatu pembelajaran dan bahan bacaan yang dapat meningkatkan kemampuan literasi mereka. Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya literasi di kalangan Masyarakat, terutama generasi muda.

Perlu Kerjasama Antar Elemen Masyarakat dan Pemerintah  

Adanya pemikiran bahwa membaca buku adalah kegiatan yang membosankan juga turut mempengaruhi rendahnya budaya literasi. Kurangnya pemahaman tentang manfaat membaca, seperti meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan berpikir kritis, semakin memperburuk kondisi ini. Oleh karena itu, untuk meningkatkan budaya literasi pada generasi muda, dibutuhkan kerjasama antara keluarga, orang tua, sekolah, dan masyarakat untuk selalu menciptakan lingkungan yang selalu mendukung kebiasaan membaca secara aktif.

Baca juga:  Tentang Membaca dan Menulis

Meski tantangan ini besar, berbagai upaya dapat kita lakukan untuk membangun sebuah budaya literasi di kalangan generasi muda. Salah satunya adalah meningkatkan peran sekolah sebagai pusat utama pembelajaran dan literasi. Sekolah dapat membuat program-program yang mendukung siswa dalam membiasakan literasi, program tersebut contohnya adalah wajib membaca 15 menit sebelum pembelajaran, atau mengadakan kegiatan lomba menulis puisi, cerpen, dan resensi buku. Selain itu, adanya perpustakaan sekolah yang dikelola dengan baik juga dapat menjadi tempat yang menarik oleh siswa untuk membaca dan belajar.

Selain sekolah, pemerintah juga memiliki peran yang penting dalam menyediakan akses yang lebih luas terhadap bahan bacaan. Program seperti pembangunan perpustakaan di desa terpencil, menyelenggarakan kegiatan festival literasi juga dapat menjadi langkah yang bagus untuk meningkatkan minat baca pada generasi muda. Di era digital, generasi muda bisa menyesuaikan literasi dengan perkembangan teknologi. Anak muda bisa didorong untuk memanfaatkan perkembangan yang semakin maju untuk menguatkan literasi bagi dirinya sendiri. Anak muda dapat didorong untuk memanfaatkan aplikasi platform membaca online atau e-book. Hal ini dapat mempermudah generasi muda untuk mengakses bacaan kapan saja dan di mana saja.

Peran Penting Keluarga dan Komunitas

Peran yang paling krusial dalam membangun budaya literasi adalah lingkungan keluarga yang merupakan unit terkecil masyarakat. Orang tua dapat mengenalkan buku-buku bacaan kepada anaknya sejak dini ketika anak sedang belajar. Melalui kegiatan ini dapat meningkatkan minat baca dan mempererat hubungan orang tua dan anak. Terakhir, generasi muda juga dapat menjadi agen perubahan, mereka dapat membentuk sebuah komunitas literasi di lingkungan mereka. Komunitas ini dapat menjadi sebuah tempat untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman membaca, diskusi buku, atau mengadakan kegiatan literasi lainnya.

Baca juga:  Menilai Dampak Implementasi CSR terhadap Kesejahteraan

Membangun budaya literasi di kalangan anak muda merupakan tanggung jawab bersama yang memerlukan kolaborasi aktif antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Generasi muda yang sekarang masih menjadi pelajar maupun mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak dalam menumbuhkan minat budaya literasi disekitar masyarakat. Dengan meningkatkan akses seperti bahan bacaan, memanfaatkan teknologi secara positif, serta memberikan dukungan untuk lingkungan sekitar, kita dapat menciptakan generasi muda yang memiliki literasi yang baik. Budaya literasi bukan hanya tentang membaca buku, tetapi juga tentang bagaimana kita membentuk pola pikir yang kritis, kreatif, dan inovatif.

Perlu Adanya Langkah Konkret

Untuk mendukung terwujudnya budaya literasi yang kuat, diperlukan langkah yang konkret dari pihak-pihak terkait. Keluarga dapat menanamkan kebiasaan membaca sejak dini, dan sekolah dapat menciptakan program-program literasi yang menarik. Pemerintah juga sudah seharusnya menyediakan fasilitas dan buku-buku sebagai bahan bacaan secara merata. Sementara itu, Masyarakat dapat membuat komunitas literasi.

Oleh karena itu, mari kita sebagai generasi muda bersama-sama menjadikan literasi sebagai bagian dari gaya hidup yang melekat pada anak muda Indonesia, agar anak muda menjadi gemar membaca, menulis, dan memanfaatkan media sosial sebagai tempat untuk membagikan konten-konten positif tentang literasi. Dengan demikian, akan dapat membangun dan mewujudkan generasi yang unggul, untuk masa depan bangsa Indonesia menjadi lebih cerah.

Share artikel ini

Tinggalkan komentar